Jumat, 26 Agustus 2016

Kehidupan dalam (hampir) Setahun

Tepat sebelum saya membuat entri ini, saya membaca entri teman saya yang dia pos sekitar dua minggu yang lalu. Temanya tentang bersyukur. Berhubung saya sudah lama ga ngetik tentang hasil pemikiran saya alias cuma renungan atau penjelasan beberapa hal, so tonight i'll write some of them. 

Awalnya bingung sih mau ngetik ttg apa. Rasanya banyak sekali yang berputar-putar di pikiran ni haha.., tapi berhubung tadi saya ada sedikit menyinggung ttg bersyukur dari entri teman saya, baiklah saya akan bercerita tentang bersyukur versi saya saja.

Pas saya baca sekian banyak hal-hal yang disyukuri teman saya ini (untuk selanjutnya sebut saja "Y" ya, cape ngetiknya "teman saya" terus wkwk), saya jadi berpikir: apa daftar hal-hal yang bisa saya syukuri?

Bagi Y, tercapainya resolusi-resolusinya termasuk dalam daftar. Masalahnya, saya ga bikin resolusi pada awal tahun haha.. Dan masalah lainnya, ketika saya membuat entri ini, saya sedang berada dalam tekanan untuk sesuatu dalam jangka panjang, sehingga saya sampai kepikiran, "Kayaknya gue ga ada deh hal yang bisa disyukuri untuk saat ini."

Tapi ya saya pikir-pikir lagi, "Masa sih ga ada, Y aja banyak gitu daftarnya, masa gue ga ada satupun." Lalu taraaa.. Tiba-tiba saya flashback ke banyak peristiwa dari awal tahun 2016 ini sampai akhir bulan Agustus sekarang. Kayak film.

Saya diwisuda Bulan Mei (Y juga baru saja resmi menyandang gelar sarjana dan ini merupakan salah satu hal yang disyukurinya). Terus kayaknya yang lain hal-hal kecil aja deh: berkenalan dengan teman-teman baru dari luar daerah, sudah berhasil melewati masa kepengurusan yang naik turun selama satu tahun, sudah jadi dokter muda, HP baru, ponakan cewe baru, dapat kesempatan ke Muara Bungo untuk pertama kalinya (ga numpang lewat aja), dan lain-lain.

Yang kepikiran bagi saya sekarang adalah.. Y membahas tentang seseorang yang sedang dekat dengannya dan ini membuat saya jadi memikirkan sesuatu. Berbeda dengan Y, hubungan saya tidak semulus itu. Jangankan mendekati kisah Y, mungkin kalau saya bisa dibilang tidak ada harapan wkwk.. Yah gimana lagi, saya juga tidak akan menceritakannya melalui blog saya. Setidaknya, tidak untuk saat ini. Terlalu sakit untuk dikenang :'

Selain senang sedih, ada juga sesuatu yang sebenarnya mengganggu saya beberapa bulan terakhir. Tidak senang, tidak pula sedih, tapi membebani saya. Saya juga tidak akan menceritakannya lagi hehe.. Terlalu privasi.

Intinya apa ya? Hmm.. Ini pikiran-pikiran yang berkeliaran aja sih soalnya, jadi bingung nyimpulinnya wkwk.. Mungkin begini: dalam setahun, banyak sekali kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidup kita. Banyak sekali. Mulai dari peristiwa menyenangkan, menyedihkan, membebani, membingungkan, dan lain-lain. Hidup, siapa yang bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya? Saya ingat-ingat lagi diri saya setahun yang lalu. Saya masih pusing mikirin skripsi. But now? Saya sudah jadi dokter muda sejak sekitar April atau Mei. Things are so much different. Apapun itu, sebenarnya ga boleh jadi penyesalan. Kenapa? Karena jika itu bagus, maka jadikanlah sebagai kenangan yang manis, namun kalau jelek, ya jadikan pelajaran dan pengalaman hidup agar tidak terulang lagi. Klasik sih, but it's true. 

Jumat, 12 Agustus 2016

Keakuratan Feng Shui Menurut Buddha Dharma

Dalam agama Buddha dijelaskan ada tiga hal yang paling berpengaruh dalam kehidupan seseorang dan feng shui menempati urutan paling akhir. Ketiga hal tersebut adalah:
  1. Karma pada kehidupan terdahulu
  2. Karma pada kehidupan sekarang
  3. Feng shui (keharmonisan elemen dalam diri dan alam)
Kadang-kadang kita bertemu orang dengan raut muka kusut yang sama sekali tidak menyenangkan untuk dilihat, namun banyak mendapat keuntungan dan bisnisnya lancar. Ada juga dua orang yang lahir pada hari, jam, dan shio yang sama, bahkan hidup dan tumbuh di kota yang sama, namun setelah dewasa memiliki kehidupan yang bertolak belakang. Tentu kita tidak dapat menyalahkan siapapun, termasuk orang tua yang melahirkan kita.

Seperti yang kita ketahui, segala sesuatu dalam kehidupan manusia bersifat anicca (tidak kekal), begitu pula dengan feng shui. Setiap saat peruntungan feng shui dalam diri seseorang dapat berubah, bahkan bertolak belakang 180 derajat. 

Biasanya perhitungan feng shui kamar tidur bertujuan untuk membentuk keluarga harmonis
Pada zaman pemerintahan dinasti Tang di Tiongkok ada seorang pemuka masyarakat yang memiliki hati berbudi luhur dan penuh cinta kasih. Beliau terkenal sebagai orang kaya yang sangat murah hati. Suatu hari datanglah seorang ahli feng shui bertamu ke rumah beliau. Karena merasa orang ini adalah orang yang baik dan penuh kebijaksanaan, maka ahli feng shui tersebut menilai rumah milik orang kaya ini. Ahli feng shui mengatakan bahwa rumah orang ini memiliki aura yang sangat baik.  Bila beliau bersedia mengubah rumah ini menjadi sekolah tinggi, maka akan menghasilkan para cendekiawan yang pintar yang dapat berbakti kepada bangsa dan negara. Penuh welas asih, pemuka masyarakat ini menyerahkan rumahnya untuk dijadikan sekolah. 

Pada zaman dulu orang-orang kaya memiliki rumah yang halamannya sangat luas untuk meletakkan makam leluhur. Sampai suatu hari ia berdiri di bawah pohon yang rindang di sebuah halaman yang sangat luas. Di tanah sebelahnya ia melihat seorang pemuda yang juga sedang mencari tanah untuk makam sanak keluarganya yang baru meninggal. Bersama pemuda itu juga ada seorang ahli feng shui. Ahli feng shui pada masa itu mengukur feng shui menggunakan putaran bintang. Ahli feng shui itu mengatakan bhwa dilihat dari putaran bintang, tanah ini adalah tanah yang terbaik, sedangkan tanah di sebelah adalah tanah yang akan membawa sial karena bintangnya berbentuk sapu. Itu berarti tanah ini akan seperti sapu yang menyapu seluruh harta dan keberuntungan sampai habis.

Pemuka masyarakat yang berbudi mendengar ahli feng shui sama sekali tidak kecil hati. Ia berpikir dalam hati, "Pemuda di sebelah sanak keluarganya baru saja meninggal. Ia membutuhkan makam secepatnya. Biarlah sesuatu yang baik untuk orang lain dan sesuatu yang buruk untuk saya. Seumur hidup saya sudah memiliki harta kekayaan. Bila dikejar terus, maka sampai puluhan keturunanpun tetap tidak akan ada puasnya. Biarkan keturunan saya menjadi orang yang mengalami kesialan asalkan tidak membawa keburukan bagi orang lain."
Setelah itu, tanah itu tetap dibeli oleh pemuka masyarakat tersebut. Tahun silih berganti, ketika bulan sembahyang leluhur (ceng beng) tiba seluruh keluarga besar datang ke makam tersebut. Dari tanah sebelah terdengar ahli feng shui berkata, "Apakah saya mulai kehilangan keahlian saya? Mengapa tahun lalu saya melihat tanah sebelah memiliki bintang sapu, malah sekarang berubah menjadi bintang naga yang melingkari kura-kura?" (naga berarti raja dan kura-kura berarti panjang umur). Perubahan yang bertolak belakang ini sangat menakjubkan. Pemuka masyarakat yang penuh cinta kasih dan keyakinan akan Buddha Dharma dengan rela mau memikul beban penderitaan orang lain. Dari pikiran kebajikan walaupun hanya sekejap dapat mengubah seluruh kehidupan menjadi lebih baik.

Jadi, bila kita ingin menerapkan feng shui dalam tata letak rumah atau kantor dan sebagainya, maka lakukanlah dengan logika. Setelah itu, hilangkan pikiran kesombongan dan hati yang tidak murni. Bila bisnis berjalan lebih lancar, maka jangan lupa untuk berdana paramita, menjalankan bisnis dengan jujur, dan mengikuti puja bakti. Perlu juga diingat bahwa perhitungan feng shui dapat akurat, berarti feng shui juga dapat berdampak dalam moralitas hidup manusia. Oleh karena itu, sebelum Anda menerapkan feng shui dalam kehidupan, terapkan Buddha Dharma terlebih dahulu. Orang yang mengerti Buddha Dharma mengerti bahwa bintan kegelapan bukan selamanya milik kita. Ia dapat berubah menjadi pancaran kebahagiaan bila kita mau memiliki pikiran yang benar dan memperbanyak kebajikan.

Dalam Buddhisme kita mengenal hukum sebab akibat yang merupakan jawaban atas hidup manusia yang memiliki latar berbeda-beda karena setiap orang yang berbuat akan mewarisi karmanya masing-masing. Buddha Sakyamuni bersabda, 
"Tidak di langit, tidak pula di tengah-tengah lautan, ataupun dengan memasuki gua-gua di gunung-gunung, tidak terdapat suatu tempat untuk menyembunyikan diri. Orang tidak dapat menghindari diri dari akibat perbuatan jahatnya sendiri." - Dhammapada 127