Kamis, 12 November 2015

Being A Leader (2)

Almost one year. Haha.. Terinspirasi dari curahan hati salah seorang junior, I'd like to share my opinion about leadership again. Mulai dari mana, ya? Haha..

Ini saja. Dalam dua hari berturut-turut aku mendengar dua pendapat yang bertolak belakang. Semalam ada rapat guru sekolah minggu. Kepala sekolah minggu menjelaskan beberapa hal, salah satunya tentang pentingnya rasa saling menghargai, terutama menghargai ketua organisasi atau institusi lain (berarti maksudnya bukan ketua kita sendiri ya, melainkan ke eksternalnya). 

Barusan saja, juniorku curhat dan ada bagian yang berkesan bagiku: "Saya gak apa-apa gak dihargai ce, tapi jangan membuat kesan seolah-olah ini dan itu merupakan kesalahan saya". I'm a little bit surprised to listen it from her mouth. 

Sejujurnya saya lebih setuju pendapat pertama. Bagaimanapun, rasa dihargai mampu membuat kita bertahan. Saya pernah menjadi ketua salah satu bagian UKM di fakultas. Sometimes I felt like my partners didn't respect me enough. They just didn't care and I could cry for that (when the time was really hard, of course). I never cried for my job nor my responsibility as the chief, but it was just because the sense of respecting each other.

So I told her, "Ini akan menjadi pengalaman yang pasti berguna. Orang-orang bilang menjadi pemimpin harus mampu menampung aspirasi anggotanya. Bitch, please. Sebagai pemimpin kita juga perlu mem-BADAK-kan telinga kita. Dengar saja semuanya, tapi tidak semuanya yang disaring ke hati dan pikiran."

Sekber PMVBI (Pemuda Buddhayana) Provinsi Sumatera Barat

Anyway, aku baru dilantik sebagai ketua suatu organisasi pemuda Buddhayana di Sumatera Barat bulan Agusutus lalu. Masa kepengurusannya tiga tahun. Still a long journey for us. Ketika juniorku ini bercerita tentang kegalauannya, dalam hati aku seolah berkata, "I feel u, sis". Yah, curhat dia juga termasuk sebagai masukan buat aku. Tiga tahun lagi loh, Mir! Be strong!