Kamis, 16 Agustus 2012

Anak yang Dapat Berbicara dengan Lumba-Lumba

Ada salah satu kisah dari Chicken Soup for the Teenage Soul yang menarik minatku. Tau kenapa? Sebab kisah ini menceritakan tentang seekor lumba-lumba, binatang yang kusukai hehe :) Karena makna dari ceritanya juga bagus, aku berniat men-share-nya di blogku (setelah sekian lama tidak sempat nge-blog lagi) So, this is the story...

Anak yang Dapat Berbicara
dengan Lumba-Lumba

Dari yang kita peroleh, kita dapat menghidupi diri kita,
namun yang kita berikan dapat menciptakan kehidupan
- Arthur Ashe -

Kejadian itu dimulai dengan suara ribut, memecahkan kesunyian menjelang subuh. Dalam beberapa menit pada pagi hari di bulan Januari 1994, daerah Los Angeles dicengkeram salah satu gempa bumi yang paling merusak dalam sejarahnya.

Di taman ria Six Flags Magic Mountain, 30 km di sebelah utara kota, tiga ekor lumba-lumba berada sendirian dicekam rasa takut. Mereka berenang dengan panik berputar-putar, sementara pilar-pilar beton yang berat roboh di sekitar kolam mereka dan genteng-genteng tercebut ke air.

Sekitar 60 km di selatannya, Jeff Siegel yang berusia 26 tahun terlempar dari tempat tidurnya, jatuh terjerembab. Sambil merangkak ke jendela, Jeff melihat ke luar, ke kota yang bergetar, dan dia teringat pada makhluk yang sangat berarti baginya, melebihi hal lain di dunia ini. Aku harus menemui lumba-lumba itu, katanya pada diri sendiri. Mereka dulu menyelamatkanku, dan sekarang mereka memerlukanku untuk menyelamatkan mereka. 

Untuk orang yang mengenal Jeff sejak kecil, tentu tak akan terbayangkan Jeff sebagai pahlawan.

Jeff Siegel dilahirkan hiperaktif, setengah tuli, dan tak memiliki koordinasi tubuh yang normal. Karena ia tak dapat mendengar kata-kata dengan baik, pengucapannya sering terganggu dan orang lain sulit memahami perkataannya. Sebagai balita, anak kecil yang rambutnya berwarna keperakan itu diejek dengan sebutan "si abnormal" oleh anak-anak lain. 

Rumah pun bukan tempat pelarian. Ibu Jeff tak siap menangani masalah Jeff. Karena dibesarkan di rumah tangga yang otoriter dan kaku, ia terlalu tegas dan sering marah-marah atas kelainan anaknya. Ibu Jeff hanya ingin agar anaknya dapat bergaul. Ayahnya, seorang polisi di lingkungan Torrance di kalangan kelas menengah Los Angeles, mempunyai pekerjaan lain untuk membiayai hidup keluarganya dan sering tak ada di rumah sampai 16 jam setiap hari.

Karena cemas dan takut pada hari pertamanya di TK, Jeff yang berusia lima tahun memanjat pagar halaman sekolah dan lari pulang. Dengan marah, ibunya menyeretnya kembali ke sekolah dan memaksanya meminta maaf pada gurunya. Seluruh kelas mendengarnya. Dengan susah payah Jeff dipaksa mengulangi mengucapkan kata-kata yang salah ucap dan sulit dimengerti. Dan ia pun menjadi mangsa empuk untuk teman-teman sekelasnya. Untuk menyingkir dari dunia yang memusuhinya, Jeff menyendiri di sudut taman bermain dan bersembunyi dalam kamarnya di rumah, memimpikan tempat yang dapat menerimanya. 

Lalu, suatu hari, saat Jeff berusia sembilan tahun, ia pergi bersama teman-temannya kelas 4 SD ke Los Angeles Marineland. Pada pertunjukan lumba-lumba, ia terpesona oleh energi dan keramahan hewan yang indah itu. Mereka seperti tersenyum langsung kepadanya, sesuatu yang jarang terjadi dalam hidupnya. Anak itu terpana, penuh emosi dan keinginan untuk tetap di situ.

Hingga akhir tahun ajaran, guru Jeff telah menandainya sebagai anak yang terganggu emosinya dan cacat mental. Tapi, ujian akhir di Center Switzer untuk anak-anak cacat menunjukkan Jeff anak yang di atas rata-rata, namun karena gugup, nilai uji matematikanya menunjukkan ia hampir cacat mental. Ia dipindahkan dari sekolah negeri ke Center. Selama dua tahun berikutnya, kegugupannya semakin berkurang dan prestasi belajarnya meningkat drastis. 

Pada awal kelas tujuh ia kembali ke sekolah negeri, dengan terpaksa. Hasil ujiannya sekarang menunjukkan IQ 130-an, nilai anak berbakat. Dan bertahun-tahun terapi telah memperbaiki pengucapannya. Tapi, bagi teman-teman sekelasnya, Jeff masih merupakan yang sama.

Kelas tujuh ternyata merupakan tahun terburuk dalam kehidupan Jeff - hingga hari waktu ayahnya mengajaknya ke Sea World di San Diego. Begitu anak itu melihat lumba-lumba, kebahagiaan langsung menenggelamkan dirinya. Ia terpancang di tempat itu sementara mamalia licin itu berenang melintasinya.

Jeff bekerja dan menabung uangnya untuk membeli tiket tahunan ke Marineland, yang lebih dekat ke rumahnya. Pada kunjungan pertamanya seorang diri, ia duduk di dinding rendah yang mengelilingi kolam lumba-lumba. Lumba-lumba itu, karena sudah terbiasa diberi makan oleh pengunjung, tak lama kemudian menghampiri anak yang terpesona itu. Yang mula-mula berenang menghampirinya adalah Grid Eye, seekor lumba-lumba betina yang sangat menonjol dalam kolam itu. Lumba-lumba seberat 300-an kg itu berenang ke tempat Jeff duduk dan berhenti tanpa bergerak di bawahnya. Maukah ia kusentuh? Jeff bertanya-tanya sambil mencelupkan tangannya ke dalam air. Saat ia membelai kulit halus lumba-lumba itu, Grid Eye beringsut mendekat. Saat itu adalah kebahagiaan yang tak terhingga bagi anak itu. 



Hewan-hewan ramah itu cepat menjadi teman yang belum pernah dipunyai Jeff, dan karena daerah lumba-lumba terpencil di ujung Marineland, Jeff sering sendirian bersama makhluk yang senang bermain itu. 

Suatu hari, Sharky, seekor lumba-lumba betina, berenang sedikit di bawah permukaan sampai ekornya berada dalam tangan Jeff. Ia berhenti. Sekarang apa? Tanya Jeff. Mendadak Sharky menyelam 30 cm ke dalam kolam, menarik tangan Jeff ke bawah air. Jeff tertawa dan menariknya tanpa mau melepaskannya. Lumba-lumba itu menyelam lagi, lebih dalam. Jeff menarik lebih kuat. Jadinya seperti permainan tarik tambang saja.

Waktu Sharky muncul di permukaan untuk bernapas, si anak dan si lumba-lumba berhadapan untuk beberapa saat, Jeff tertawa dan lumba-lumba itu terbuka mulutnya dan nyengir. Lalu Sharky berputar dan menaruh ekornya kembali ke tangan Jeff dan memulai permainan itu lagi. 

Jeff dan hewan seberat 150 sampai 400 kg itu sering bermain kucing-kucingan, mereka berlomba mengitari kolam untuk memukul sebuah titik yang ditentukan sebelumnya di tepi kolam atau menepukkan tangan dan sirip. Bagi Jeff, permainan ini merupakan hubungan ajaib yang dimilikinya dengan hewan-hewan itu.

Bahkan saat jumlah penonton musim panas mencapai 500 orang di sekitar kolam, makhluk ramah itu tetap mengenali teman mereka dan berenang ke arahnya setiap kaliia menggoyankan tangannya di dalam air. Sikap lumba-lumba yang menerima Jeff memperbaiki rasa percaya dirinya, dan perlahan-lahan ia keluar dari kehidupannya yang gelap. Ia mendaftarkan diri mengikuti kursus di akuarium dekat situ dan melahap buku tentang biologi air. Ia menjadi ensiklopedia berjalan mengenai lumba-lumba dan, yang membuat keluarganya terheran-heran, pengucapannya tidak terganggu lagi, dan dia menjadi pemandu tur sukarela.

Pada tahun 1983, Jeff menulis artikel untuk buletin American Cetacean Society, menceritakan pengalamannya dengan lumba-lumba Marineland. Ia tidak siap untuk menghadapi kejadian berikutnya. Karena merasa malu bahwa Jeff bisa bermain begitu leluasanya dengan lumba-lumba milik mereka tanpa sepengetahuan pengelola taman hiburan itu, pimpinan Marineland membatalkan tiketnya. Jeff terpaksa pulang dengan rasa tak percaya.

Sementara itu, orangtua Jeff merasa lega. Mereka tak melihat ada keuntungan apa pun bagi anak aneh mereka itu dari seringnya ia bermain dengan lumba-lumba, sampai pada suatu hari di bulan Juni 1984 saat Bonnie Siegel menerima telepon interlokal yang tak terduga. Sore itu ia bertanya pada anaknya, "Kamu mengikuti lomba?"

Dengan malu-malu, Jeff mengaku bahwa ia telah menulisa sebuah esai untuk beasiswa Earthwatch yang banyak diincar orang, bernilai lebih dari $2000. Pemenangnya akan pergi selama sebulan ke Hawaii bersama ahli lumba-lumba. Sekarang, dengan menceritakan pada ibunya tentang hal itu, ia mengira akan dimarahi. Namun, ibunya hanya berkata perlahan, "Kamu menang."

Jeff sangat bahagia Yang paling menyenangkannya, itulah saat pertama kali orangtuanya menyadari bahwa ia mungkin dapat meraih impiannya untk menyebarkan kecintaannya akan lumba-lumba kelak.

Jeff menghabiskan waktu sebulan di Hawaii, mengajari lumba-lumba sederet perintah untuk menguji ingatan mereka. Pada musim gugur, ia memenuhi syarat lain beasiswa itu dengan berceramah mengenai mamalia air kepada teman-temannya di SMU Torrance. Ceramah Jeff begitu bersemangat sehingga akhirnya teman-temannya menghormatinya.

Setelah wisuda, Jeff berusaha mencari pekerjaan dalam penelitian laut. Ia terpaksa bekerja sambilan untuk menambah penghasilannya yang rendah. Ia juga meraih gelar associate dalam bidang biologi.

Pada bulan Februari 1992, ia datang ke kantor Suzanne Fortier, direktur pelatihan hewan laut di Six Flags Magic Mountain. Meskipun memiliki dua pekerjaan, ia ingin bekerja sukarela dengan lumba-lumba Magic Mountain pada hari liburnya. Fortier memberinya kesempatan - dan ia langsung terkesan. Dari 200 sukarelawan yang dilatihnya selama 10 tahun, ia belum pernah melihat orang yang memiliki kemampuan intuitif dengan lumba-lumba seperti Jeff.

Pada suatu kejadian, krunya harus memindahkan lumba-lumba sakit seberat 300 kg bernama Thunder ke taman lain. Hewan ini harus dipindahkan dalam tangki sebesar tiga kali satu meter. Selama perjalanan, Jeff mendesak untuk masuk dalam tangki Thunder, mencoba menenangkan hewan yang gugup itu. Waktu Fortier kemudian menelepon dari tempat penumpang truk untuk menanyakan keadaan Thunder, Jeff menjawab, "Dia baik-baik saja sekarang. Aku sedang membuainya." Jeff benar-benar berada dalam tangki bersama Thunder! Fortier menyadari hal itu. Selama empat jam, Jeff mengapung di dalam tangki yang dingin, memeluk Thunder. 

Jeff terus memesona rekan kerjanya dengan keserasiannya bersama hewan-hewan itu. Favoritnya di Magic Mountain adalah Katie, seekor lumba-lumba berusia 8 tahun seberat 175 kg, yang menyapanya dengan ramah dan berenang bersamanya berjam-berjam.

Sekali lagi, seperti di Marineland, Jeff berinteraksi dengan lumba-lumba dan mendapatkan kasih sebagai balasannya. Tak diketahuinya bahwa rasa cintanya akan mengalami ujian berat.

Saat Jeff berjuang mencapai Magic Mountain pada pagi hari saat gempa bumi itu, jalan tol roboh dan jalanan yang berlubang sering memaksanya memutar balik. Tak ada yang bisa menghalangiku, sumpahnya.

Saat Jeff akhirnya sampai di Magic Mountain, air dalam kolam lumba-lumba sedalam 4 meter sudah surut setengahnya, dan lebih banyak lagi bocor melalui retakan di satu sisi. Tiga lumba-lumba yang berada di situ saat gempa dimulai - Wally, Teri, dan Katie - panik. Jeff turun ke kedalaman 2 meter dan mencoba menenangkan mereka. 

Untuk menenangkan lumba-lumba itu selama getaran yang terus-menerus, Jeff mencoba mengalihkan perhatian mereka dengan bermain, tapi itu tidak berhasil. Lebih buruk lagi, ia harus mengurangi makanan mereka: Sistem penyaringan kolam berhenti, menciptakan risiko tambahan karena penimbunan kotoran tubuh mereka dapat semakin mengotori air dalam kolam.

Jeff tetap bersama mereka malam itu sementara suhu turun hingga 0°C. Ia masih di situ pada hari berikutnya, dan berikutnya, dan berikutnya lagi.

Pada hari keempat, jalan dibuka, dan petugas menyiapkan sebuah truk untuk memindahkan Wally, Teri, dan Katie ke kolam lumba-lumba di Knott's Berry Farm. Tapi pada awalnya, seseorang harus memindahkan mereka ke dalam tangki pengangkutnya. Memindahkan lumba-lumba biasanya adalah prosedur yang sudah rutin, setelah hewan itu dengan aman dituntun melalui terowongan dan diangkat dalam buaian kanvas. Tapi, tinggi air dalam terowongan penghubung terlalu rendah untuk bisa direnangi hewan itu. Ketiga lumba-lumba harus ditangkap dalam air terbuka lalu dipindahkan ke dalam buaian kanvas.

Petugas Etienne Fracois dan Jeff menawarkan diri untuk pekerjaan itu. Meskipun ia percaya pada lumba-lumba, Jeff tahu bahwa kemungkinan ia cedera atau digigit dalam penangkapan air terbuka itu hampir 100 persen.

Wally dengan mudah diangkat dari kolam, tapi Teri dan Katie menjadi liar. Setiap kali Jeff dan Etienne mendekati Katie, lumba-lumba yang kuat itu mengusir mereka dengan paruhnya yang keras dan runcing.

Hampir 40 menit kemudian mereka berusaha sementara Katie memukul dan mendorong mereka dengan ekornya. Akhirnya, tepat sebelum mereka memindahkannya ke dalam buaian, ia menancapkan giginya yang setajam jarum pada tangan Jeff. Tanpa mempedulikan lukanya, Jeff membantu menangkap Teri dan mengangkatnya ke dalam tangki pengangkutan.

Saat lumba-lumba mencapai Knott's Betty Farm, Katie sudah lelah, tapi tenang. Setelah itu, Fortier memberitahu teman-temannya bahwa keberanian dan kepemimpinan Jeff sangat berperan dalam pemindahan lumba-lumba itu dengan aman.

Sekarang Jeff adalah pelatih lumba-lumba di Marine Animal Production di Gulfprot, Mississippi, tempat ia mengorganisasi program untuk sekolah-sekolah.

Suatu hari, sebelum ia berangkat ke Mississippi, Jeff memberikan acara demonstrasi kepada 60 anak dari Switzer Center di salah satu akuarium yang pernah menjadi tempatnya mengajar. Ia melihat bahwa seorang anak bernama Larry menyelinap untuk bermain sendiri. Menyadari bahwa Larry adalah anak yang tersingkir, sama seperti dirinya, Jeff memanggilnya ke depan dan meminta anak itu berdiri di sebelahnya. Lalu Jeff mencelupkan tangannya ke tangki yang dekat dan mengangkat seekor ikan hiu yang mengesankan yang panjangnya semeter yang tak berbahaya. Sementara anak-anak lain terkesiap, ia membolehkan Larry memangku makhluk yang basah itu dengan bangga mengitari ruangan. 

Setelah babak itu selesai, Jeff menerima sebuah surat yang bertulisan: "Terima kasih atas demonstrasi yang luar biasa bagi anak-anak kami. Mereka pulang dengan mata berbinar-binar, sangat menikmati pengalaman itu. Beberapa anak bercerita tentang Larry yang menggendong ikan hiu. Itu mungkin saat yang paling bahagia dan membanggakan dalam hidupnya. Kenyataan bahwa Anda pernah menjadi murid di sekolah ini menambah nilai plus itu. Anda adalah model harapan bahwa mereka juga dapat 'berhasil' dalm hidup." Surat itu dari Janet Switzet, pendiri Center.

Bagi Jeff, sore itu menghadirkan saat yang lebih menyenangkan lagi. Saat ia berbicara, ia melihat ibu dan ayahnya di antara penonton, memandangnya dengan penuh perhatian. Dari raut wajah mereka, Jeff mengetahui bahwa akhirnya mereka bangga akan anak mereka.

Jeff belum pernah berpenghasilan lebih dari $14.800 setahun dalam hidupnya, tapi ia menganggap dirinya orang yang kaya dan yang sangat beruntung. "Saya benar-benar puas," katanya. "Lumba-lumba memberikan banyak hal untukku saat aku masih kecil. Mereka memberikan cinta tanpa pamrih. Kalau aku memikirkan tentang utangku pada mereka..." Suaranya menghilang sesaat, dan ia tersenyum. "Mereka memberiku hidup. Aku berutang segalanya pada mereka."

Paula McDonald

Dikutip dari Chicken Soup for the Teenage Soul,

halaman  226-235